Aku, Senja dan Rindu Yang Menggantung
ada keheningan yang dalam setiap kali senja turun. langit seolah bicara dalam bahasa yang tak bisa diucapkan oleh mulut manusia. hanya hati yang mengerti artinya. dan aku, diam-diam, selalu menunggu kalimat-kalimat yang tak pernah terdengar itu.
setiap senja muncul, aku buru-buru mengambil ponsel, bukan untuk sekadar memotret, tapi untuk mencoba menangkap sesuatu yang tak terlihat:
rindu yang menggantung,
atau mungkin diriku sendiri yang ingin dikenang, walau oleh langit yang tak mengenal namaku.
aku suka senja karena ia tahu cara pergi dengan anggun. tidak seperti manusia yang sering pergi dengan gaduh, atau kenangan yang datang tiba-tiba dan tinggal terlalu lama.
senja hanya mampir sebentar, tapi selalu meninggalkan rasa yang dalam. dan aku memotretnya, setiap kali. sebab aku tahu, tak ada senja yang sama, seperti tak ada luka yang bisa benar-benar kita ulangi.
setiap senja adalah satu versi diriku yang pernah merasa cukup diam untuk menerima.
barangkali, dengan memotretnya, aku sedang mencoba berkata pada diriku sendiri:
"lihat, kamu masih bisa kagum. meski hatimu sedang sepi."
karena sejauh apapun aku merasa hilang, senja selalu tahu caranya membuatku pulang.

Komentar
Posting Komentar